Pages

Saturday, October 31, 2020

Dukaku

"Mungkin ini memang jalan takdirku
Mengagumi tanpa dicintai."

Awalnya lagu ini tidak punya makna apa-apa untukku. Hingga pada akhirnya aku terlalu jauh menelaah arti dari setiap lirik di lagu ini. Jahat, jahat sekali lagu ini. Aku yang awalnya tidak suka band Ungu, makin hari semakin membenci. Bukan dalam arti secara harfiah, lebih ke perasaan kenapa mereka bisa membuat lirik yang terlalu dalam dan membuat duka buat yang mendengarkan? Mereka berhasil. Setidaknya satu pendengar berhasil mereka doktrin ke dalam ruang gelap patah hati. Iya, aku.

Lambat laun lagu ini sehari bisa sampai puluhan kali aku dengar. Dipadukan dengan earphone di telinga, aku sukses melewati malam-malamku dengan perasaan berbeda setiap harinya. Aku benar-benar menjadi pengikut setia rasa pedih.

Jika cinta adalah madu, maka patah hati adalah sendu. Terkadang perasaan memang tak perlu dibalas. Layaknya pesan sekedar mengucapkan selamat malam yang tak pernah terbaca. Tak mengapa bagiku, asal kau pun bahagia dalam hidupmu.

"Kuingin kau tahu diriku di sini menanti dirimu."

Terkadang pesan ini ingin sekali aku sampaikan untuk dia yang membuatku tergila-gila akan lagu ini. Namun sekali lagi, dinamika lagu ini terlalu rumit untuk vokalku yang biasa saja. Layaknya aku yang pas-pasan untukmu yang jadi idola.

Aku tak pernah menyesali sebuah perasaan yang telah tercipta ini. Namun aku sedikit kecewa bagaimana aku menutup kisah ini tanpa saling menyapa.

Luangkan sedikit waktumu untuk membaca ini, aku masih belum menyerah untuk menantimu.


Dari hati yang tak pernah kau jamah,

Arie.

Friday, May 22, 2020

Merayakan Perpisahan dengan Duka

Belum sempat secara langsung menyapa, belum sempat pula saling berkenalan. Namun kamu sudah berhasil membuatku merasa patah hati. Eriena Kartika Dewi, jahat!

Sore itu aku sedang pergi, saat pulang ke rumah aku coba cek handphone-ku. Notifikasi lebih banyak dari sebelumnya. Aku coba buka mulai dari Whatsapp, aku pikir ada supervisi penting di pekerjaanku. Tapi aku tertarik membuka pesan yang berisi takbir, ALLAHUAKBAR, dengan keseluruhan huruf kapital. Layaknya tertusuk pedang saat perang dalam keadaan belum siap bertempur, aku lemas seketika membaca kabar jika Eriena Kartika Dewi mengundurkan diri dari JKT48. Awalnya aku mencoba biasa, namun ternyata sulit. Selalu terbayang-bayang kata-kata perpisahan itu. Aku belum ikhlas.

Eriena Kartika Dewi. Terima kasih telah menjadi idola yang baik selama ini. Terima kasih telah memberi senyum. Terima kasih telah mengajariku ilmu ikhlas meskipun dalam keadaan terpaksa seperti ini. Aku belum rela, tapi aku menghormati keputusan kamu. Tapi kamu tahu tidak jika aku di sini patah hati? Memang, selama ininaku tidak terlalu menunjukkan diri sebagai penggemarmu, tapi aku adalah pengagum talenta yang kamu miliki.

Eriena Kartika Dewi. Aku sempat menulis sebuah cerita terinspirasi dari dirimu berjudul "Kupu-Kupu Biru". Mungkin itu juga isyarat dari kamu. Layaknya kupu-kupu, berawal dari sebuah kepompong lalu menjadi kupu-kupu yang anggun. Namun tidak bisa aku lihat terlalu lama.

Eriena Kartika Dewi. Mungkin kita akan sulit atau bahkan tidak akan berjumpa lagi. Semoga kamu selalu sehat, sukses dan selalu bertanggung jawab atas semua keputusan kamu.

Aku rindu.
Salam sayang, Arienovs.

Monday, October 7, 2019

Namanya Febi Komaril

Febi Komaril.
Nama yang belakangan ini sering aku sebut baik dalam kehidupan nyataku atau kehidupanku di sosial media manapun. Aku sadar betul jika sudah ada rasa yang salah sebenarnya di sini, tapi biarlah. Toh, aku menikmati kebahagiaan ini.

Mungkin aku belum terlalu lama tahu siapa kamu. Setahun terakhir aku hanya tahu namamu karena timeline di Twitterku masih banyak fans JKT48 aktif. Tapi, tanpa ada niatan sedikitpun aku ingin melihat seperti apa foto Febi Komaril itu.

Waktu "cuti"-ku dari menjadi fans JKT48 cukup panjang. Terakhir aku benar-benar merasakan hype JKT48 di awal generasi 3 di mana masih ada tim merah dan putih. Saat itu aku mempunyai oshi bernama Anggie. Namun, setelah Anggie memutuskan pergi, aku tak pernah benar-benar menikmati menjadi fans JKT48 lagi. Benar, aku masih punya oshi yang aku dukung dari tahun 2012, Sendy Ariani. Akan tetapi rasa bosan dan kecewa ditinggal Anggie hanya buatku sekedar lewat saja. Dan akhirnya aku benar-benar berhenti di tahun 2016.

Hingga tiba saatnya di bulan Juli 2019 aku mencoba menonton JKT48 kembali. Cerita ini pernah aku ceritakan di artikel sebelum ini, mungkin bisa dicek di sana karena fokus di sini akan lebih ke bagaimana aku bisa jadi "Febi banget".

Langsung ke tanggal 14 Agustus 2019. Hari di mana aku pertama kali melihat Pajama Drive oleh generasi baru JKT48. Awalnya hanya ingin melihat dan kebetulan saat itu lumayan penasaran sama Rifa. Tapi siapa sangka, di tengah setlist yang super nostalgic ini aku malah terus fokus ke member bernama Febi Komaril. Benar-benar seperti jatuh cinta pada pandangan pertama.

Seusai theater, aku langsung menyapa Febi di Twitter, "Salam kenal dari aku". Seketika langsung aku follow akun Twitter-nya. Namun aku belum mendeklarasikan diri sebagai Febi Oshi. Lambat laun berjalan, aku makin menikmati setiap tweet dan foto yang dia tampilkan. Aku merasa satu frekuensi soal selera humor dengan dia.

Cara-cara yang pernah aku lakukan untuk menemui Febi mulai dari theater, padahal baru dua kali nonton full show dan sekali sebagai back dancer. Lalu sewaktu acara Jak Japan Matsuri aku menyempatkan hadir pukul 12 siang, padahal jam 3 sore aku mesti kerja. Dan seperti yang kita tahu, jarak tempuh Depok-Jakarta itu lumayan lama untuk akhir pekan. Hingga beberapa hari yang lalu aku memutuskan untuk ikut handshake event di Gedung SMESCO Pancoran.

Tidak banyak tiket yang aku beli sebenarnya. Hanya 4 tiket yg untuk sesi 1 dan 4 untuk sesi 7. Ada cerita lain yang lumayan bikin kalut hari itu, sebelum berangkat aku dapat panggilan dari tempat kerja ada sedikit pekerjaan yang harus aku pegang di mana akhirnya aku harus pulang di sesi 4. Syukurnya, jam 4 sore pekerjaan sudah selesai. Artinya aku bisa mengejar untuk sesi 7. PR selanjutnya adalah macetnya akhir pekan sepanjang Tapos, Depok hingga ke Pancoran. Ada pengalaman unik juga sepanjang perjalanan ini. Aku sempat hampir menabrak mobil yang tiba-tiba berhenti. Aku yang dalam kecepatan lumayan tinggi dalam memacu motor jadi terkejut saat itu. Dengan pertimbangan jalanan lumayan sepi, aku memilih untuk banting setir ke kiri daripada memaksakan menggunakan rem. Saat posisi benar-benar dekat, aku menggunakan lengan kananku untuk mendorong motor agar posisi menjauh dari mobil dengan memanfaatkan body mobil di mana akhirnya ada suara "BRAK" lumayan keras perpaduan lengan kananku dengan body mobil. Dirasa-rasa lumayan sakit juga lenganku saat itu, namun kalau diingat saat selesai menjalani sesi 7, rasa sakit pun hilang seketika.

Kesanku terhadap Febi saat handshake, dia punya fan service yang luar biasa. Obrolan kami jauh dari template, bahkan dia memberi wejangan untuk tidak marah-marah. Heran, padahal anda ya yang tukang gas. Febi adalah pribadi yang menyenangkan, itu pula yang pernah aku sampaikan ke salah satu orang terdekat Febi. Tau siapa, Bi?

Teruntuk Febi, ada banyak harap yang aku simpan buat kamu. Semoga kamu bisa perlahan-lahan membuatnya nyata satu persatu ya. Amin. Tetap jadi Febi Komaril yang ramah, jenaka dan menyenangkan. Tanpa kamu sadari, kamu sudah jadi bagian dari bahagianya hari-hari aku. Untuk video yang kamu tanyakan, secepatnya pasti aku buat. Aku tidak ingin membuat video yang sembarangan untuk orang yang luar biasa dan menginspirasi hidupku ini.

Terima kasih, Febi. Salam sayang dari aku.
Arie.

Monday, August 19, 2019

Halo, Rifa. Lagi Apa?

Halo, Rifa. Lagi apa?
Begitulah judul artikel ini yang aku tulis tanggal 19 Agustus 2019. Di saat itu aku memang ingin menuliskan sesuatu buat menanyakan kabar Rifa Fatmasari, (yang saat itu) member JKT48. Namun belum sampai artikel ini rilis, dia memutuskan untuk undur diri dari JKT48. Maka dengan segala hormat, izinkan saya untuk melanjutkan artikel ini, yang mungkin keluar konteks dari judul artikel ini sendiri.

Rifa Fatmasari, member generasi 7 dari JKT48. Mungkin kamu tidak mengenal aku, tapi aku tahu kalau kamu lah yang membuatku kembali menggemari JKT48. Mungkin dari rekanmu di generasi 7, aku pertama kali tertarik dengan Helisma Putri. Di kemudian hari saat rekanku mengajak aku untuk theater lagi setelah vakum lebih dari 3 tahun, aku jadi tertarik dengan rekanmu di generasi 7 juga, Yessica Tamara. Tapi semuanya cukup sampai, "Oh, begini ya rasanya theater lagi".

Hingga saat itu tiba, bertepatan dengan blackout yang terjadi di daerah Jabodetabek. Aku saat itu berada di depan theater bersama rekanku hanya untuk mampir saja. Tanpa sengaja aku melihat kabesha-mua yang mana mengingatkanku akan postingan-mu di Twitter pada bulan mei, "Video Unfaedah". Aku jadi mencoba memutarnya kembali, dan memang semenarik itu kamu untuk aku dukung. Bahkan, aku sempat membuat video reaction yang kemudian aku upload di Youtube. Cerita ini sudah pernah aku bahas di surat yang aku titipkan lewat fanbase kamu, Rifanions. Salam hormat juga dari aku untuk Tim Rifanions.

Hingga akhirnya aku makin penasaran, lalu memutuskan untuk menonton show kamu di Pajama Drive. Namun pada akhirnya aku juga jadi tertarik dengan rekan kamu, Febi Komaril. Akhirnya aku jadi tahu kalau kamu dan Febi adalah sepasang sahabat yang mana membuatku ingin melihat kalian tumbuh dan mekar bersama di JKT48. Mungkin harapan ini hanya jadi harapan. Bahkan bunga yang tumbuh bersebelahan tak selalu mekar bersama, bukan?

Rifa. Lewat tulisan ini, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih banyak telah membuatku bisa merasakan bahagia, merasa bahagia kembali menjadi penggemar JKT48. Bahagia melihat kamu tumbuh bersama Febi. Sekarang yang terpenting, lanjutkan semangatnya kamu. Sering-sering kontak juga sama Febi. Ayo, kita sama-sama semangati Febi.

Dan seperti kebiasaanku saat mention di Twitter atau DM di Instagram..

Terima kasih banyak, Rifaldy kun. Good luck untuk masa depan kamu.

Salam sayang dan respect,
Arienovs.